History of Spriulina Use
Spirulina: From Greenish-Blue to Greenbacks
If you’re a foreign-substance fearing 21st century American, and see a greenish-blue substance growing in your bathtub, the odds are good that you’ll take pains to eradicate it.
If, on the other hand, you’re one of the 21st century Americans environmentally conscious enough be a defender of biodiversity, and believe that greenish-blue substances appear in damp places because Mother Nature has a job for them to do, you’re much closer in sprit to the ancient Aztecs of Mexico or the ancient Kanembu people in the Lake Chad region of Africa than you are to the shareholders of Proctor & Gamble. Why?
Because the latest big thing in 21st century nutritional supplements is not so big after all; it’s actually a microorganism which blooms, among other places, on the surface of Mexico’s Lake Texcoco in Mexico and Lake Chad, and has been harvested, dried, and eaten by the peoples of those areas for centuries. What is it?
It’s spirulina, and if Spanish explorers are to be believed, it was regularly featured at the dinner tables of the Aztecs around Lake Texcoco when Hernando Cortez and his Conquistadors discovered them in 1519. The Aztecs, apparently, had their own ideas about the nature of the algae, referring to it as tecuitlatl, or “the stone’s excrement.”
The Kenembus of Lake Chad were also discovered, by Pierre Dangeard in 1940, harvesting blue green algae and drying it into cakes they called dihe. A French phycologist–which is what some one who really loves algae, and works very hard, gets to be–Professor Dangeard was also excited to report that the algae was growing on the lakes of Eastern Africa’s Rift Valley, and sustaining their huge flocks of flamingos.
Professor Dangeard’s excitement fell on deaf ears, however, and it was not until twenty-five years later, in 1964, that Belgian botanist Jean Leonard picked up the torch. Participating in an expedition to Lake Chad, he noticed that the open air village markets in the area were offering blue-greenish cakes for sale. He connected the blue green substances in the cakes with the same Lake Chad algae of which Professor Dangeard had written a quarter of a century before..
And in one of those coincidences which so often accompanies scientific breakthroughs, while Jean Leonard was re-discovering spirulina at Lake Chad, French scientists were researching it at Lake Texcoco. The French liked what their research told them about the nutritional potential of spirulina, and race to commercialize it had begun.
The initial Spirulina processing plant, belonging to the French and named Sosa Texcoco, opened in 1969. It had the spirulina market to itself until 19766, when the Japan’s industrial giant Dainippon Ink and Chemicals opened a spirulina production facility in Thailand. Next were Microbio in California and Cyanotech in Hawaii.
It took the French only five years to open the first modern Spirulina processing plant, named Sosa Texcoco, at the lake. Seven years later, Japan’s Dainippon Ink and Chemicals opened its own Spirulina plant in Thailand, followed by Microbio’s California factory and Cyanotech’s in Hawaii.
The Sosa Texcoco plant suffered a fatal blow when the United States declared its spirulina contaminated, and stopped production in the 1980s. But worldwide demand for the little microorganisms has surged since then, and today spirulina continues to be commercially grown in the US, China, India, and Thailand.
Spirulina: Dari kehijauan-Biru untuk greenbacks
Jika Anda zat-asing takut Amerika abad ke-21, dan melihat zat-biru kehijauan tumbuh di bak mandi anda, kemungkinan besar bahwa Anda akan bersusah payah untuk memberantas itu.
Jika, di sisi lain, Anda salah satu dari Amerika abad ke-21 cukup sadar lingkungan menjadi pembela keanekaragaman hayati, dan percaya bahwa zat kehijauan-biru muncul di tempat yang lembab karena Ibu Alam telah pekerjaan untuk mereka lakukan, Anda lebih dekat dalam sprit ke kuno Aztec di Meksiko atau Kanembu kuno orang di kawasan Danau Chad Afrika dari Anda kepada para pemegang saham Proctor & Gamble. Mengapa?
Karena hal besar terbaru dalam suplemen abad ke-21 gizi tidak begitu besar setelah semua, itu sebenarnya adalah mikroorganisme yang mekar, antara tempat-tempat lain, pada permukaan Meksiko Danau Texcoco di Meksiko dan Danau Chad, dan telah dipanen, dikeringkan, dan dimakan oleh masyarakat daerah tersebut yang selama berabad-abad. Apa itu?
Ini spirulina, dan jika penjelajah Spanyol yang bisa dipercaya, itu regular tampil di meja makan malam dari Aztec sekitar Danau Texcoco ketika Hernando Cortez dan conquistador nya menemukan mereka pada tahun 1519. Suku Aztec, tampaknya, memiliki ide mereka sendiri tentang sifat ganggang, mengacu sebagai tecuitlatl, atau "kotoran batu."
The Kenembus Danau Chad juga ditemukan, oleh Pierre Dangeard pada tahun 1940, pemanenan ganggang hijau biru dan pengeringan ke kue mereka disebut dihe. Sebuah phycologist Perancis-yang merupakan apa yang beberapa orang yang benar-benar mencintai ganggang, dan bekerja sangat keras, akan menjadi-Profesor Dangeard juga bersemangat untuk melaporkan bahwa ganggang tumbuh di danau Afrika Timur's Rift Valley, dan mempertahankan ternak besar mereka flamingo.
kegembiraan Profesor Dangeard's jatuh di telinga tuli, bagaimanapun, dan itu tidak sampai dua puluh lima tahun kemudian, pada tahun 1964, yang ahli botani Belgia Jean Leonard mengangkat obor. Berpartisipasi dalam ekspedisi ke Danau Chad, ia melihat bahwa pasar desa terbuka udara di daerah itu menawarkan kue biru-kehijauan untuk dijual. Dia menghubungkan zat hijau biru di kue dengan ganggang Danau Chad yang sama yang Profesor Dangeard telah menulis seperempat abad sebelum ..
Dan dalam salah satu kebetulan yang begitu sering menyertai terobosan ilmiah, sementara Jean Leonard kembali menemukan spirulina di Danau Chad, ilmuwan Prancis meneliti itu di Danau Texcoco. Prancis menyukai apa penelitian mereka mengatakan kepada mereka tentang potensi gizi spirulina, dan ras untuk mengusahakan itu dimulai.
The Spirulina awal pabrik pengolahan, milik Texcoco Sosa Perancis dan bernama, dibuka pada 1969. Hal ini memiliki pasar spirulina untuk sendiri sampai 19766, ketika industri raksasa Jepang Dainippon Tinta dan Bahan Kimia membuka fasilitas produksi spirulina di Thailand. Berikutnya Microbio di California dan Cyanotech di Hawaii.
Butuh hanya Prancis lima tahun untuk membuka modern pertama Spirulina pabrik pengolahan, bernama Sosa Texcoco, di danau. Tujuh tahun kemudian, Jepang Dainippon Ink and Chemicals membuka pabrik sendiri Spirulina di Thailand, diikuti oleh pabrik California Microbio dan Cyanotech di Hawaii.
Pabrik Sosa Texcoco menderita pukulan fatal ketika Amerika Serikat menyatakan spirulina yang terkontaminasi, dan berhenti produksi pada 1980-an. Tapi permintaan di seluruh dunia untuk mikroorganisme kecil telah meningkat sejak itu, dan spirulina hari ini terus ditanam secara komersial di Amerika Serikat, Cina, India, dan Thailand.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar